WEB BLOG
this site the web

JURNAL TERUMBU KARANG

 2003 Wazir Mawardi Posted: 3 January 2003
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
December 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
EKOSISTEM TERUMBU KARANG PERANAN,
KONDISI DAN KONSERVASINYA
Oleh :
WAZIR MAWARDI
PS. TKL C.561020021
e-mail : zir_diver@yahoo.com
Pendahuluan
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak
dijumpai di sepanjang garis patai daerah tropis. Keberadaannya dibatasi oleh
parameter suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu
perairan.
Kawasan terumbu karang Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang
sangat besar dilihat dari produktifitas, keanekaragaman biota dan estetikanya.
Sumberdaya ini dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat
dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya dan kelestariannya. Upaya
pemanfaatan yang optimal perlu dilakukan agar dapat menunjang pembangunan
secara berkelanjutan, dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan
negara.
Kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini terancam rusak dan sebagian
besar bahkan sudah rusak karena opersi penangkapan ikan yang tidak
berwawasan lingkungan, pemanenan yang berlebihan, Limbah cair, sampah,
pengendapan lumpur dari sungai, budidaya pertanian, pertambangan dan polusi
industri, aktivitas tourism,konstruksi pantai dan pemanasan global.
Dewasa ini dalam kegiatan yang disebut sebagai perbaikan ekosistem
terumbu karang, banyak dilakukan dengan cara transplantasi terumbu karang
dan pembuatan terumbu buatan (artificial reef) yang oleh masyarakat awam lebih
dikenal sebagai “rumpon”.
Tujuan Penulisan
Tujuan tulisan ini adlah memberikan pengertian tentang arti penting terumbu
karang dan cara konservasinya.
PENGERTIAN
Terumbu karang adalah endapan-endapan masif penting kalsium karbonat
yang terutama dihasilkan oleh karang Scleractinia dengan sedikit tambahan alga
berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat
(Nybakken,1992). Karang sclerectinia termasuk kedalam filum Cnidaria. Karang
ini menerima sumber energi dan nutrien dengan cara menangkap larva
planktonik dengan menggunakan tentakelnya atau dengan memanfaatkan
simbion yang hidup di dalam jaringan tubuhnya yaitu zooxantelae.
Lerman (1986) menyebutkan bahwa terumbu karang terdiri dari organisme
yang hidup pada batuan kapur yang dihasilkan oleh beberapa organisme
anggota komunitas tersebut, hal ini dianggap sebagai suatu keunikan terumbu
karang.
• Klasifikasi
Karang keras merupakan istilah untuk kelompok karang yang memiliki
kerangka luar (eksoskeleton). Karang keras berdasarkan skeleton(kerangka
karang) menurut Veron (1986) diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum: Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Subkelas; Hexacorallia
Ordo: Sclerectinia
Coenothecalia
Kelas : Hydrozoa
Ordo ; Milleoporina
Styllasterina
Karang lunak atau Alcyonaria merupakan jenis coelenterata yang tidak
kalah penting peranannya dalam pembentukan terumbu karang. Jika ditinjau dari
jumlah jenis dan ukuran koloninya menempati urutan kedua setelah karang
keras.

• Biologi Karang
Menurut Suharsono (1996) karang termasuk binatang yang mempunyai
sengat atau lebih dikenal sebagai cnida (cnida=jelata) yang dapat menghasilkan
kerangka kapur didalam jaringan tubuhnya. Karang hidup berkoloni atau sendiri,
tetapi hampir semua karang hermatipik hidup berkoloni dengan berbagai individu
hewan karang atau polyp (Nybakken, 1992)
Terbentuknya terumbu karang merupakan proses yang lama dan
kompleks. Proses diawali dengan terbentuknya endapan masif kalsium karbonat
yang terutama dihasilkan oleh oleh hewan karang dari filum Cnidaria, kelas
anthozoa, ordo Sclerectinia dengan sedikit tambahan alga berkapur dan
organisme lain yang juga menghasilkan kalsium karbonat yang disebut terumbu
(Nybakken, 1992). Binatang karang memperoleh nutrien utama dari alga yang
bersimbiosis di dalamnya (endosimbiotic algae) yaitu algae dari genus
Gymnodium yang dikenal dengan sebutan zooxanthellae. Algae ini hidup di
dalam polip karang dan membutuhkan cahaya matahari untuk
berfotosintesis.(Suharsono,1996).
Zooxanthellae memegang peranan penting dalam menjaga dan mendaur
ulang nutrien yang dihasilkan sebagai sisa metabolisme karang. Selama proses
fotosintesis oleh zooxanthellae, karang hermatipik mensekresikan dan
mendepositkan karang dua sampai tiga kali lebih cepat pada daerah terang dari
pada daerah gelap (Veron,1986).
Karang lunak dalam ekosistem terumbu karang menempai urutan kedua
setelah karang keras. Peranannya selain sebagai salah satu hewan penyusun
ekosistem terumbu karang, juga sebagai pemasok senyawa karbonat yang
berguna bagi pembentukan terumbu. (Konishi in Manuputty,1990). Tubuh
Alcyonaria lunak, tetapi disokong oleh sejumlah besar duri-duri berukuran kecil,
kokoh, dan tersusun sedemikian rupa hingga tubuh Alcyonaria lentur dan tidak
mudah putus. Duri-duri ini mengandung kalsium karbonat dan disebut spikula.
Sepintas hewan ini tampak seperti tumbuhan karena bentuk koloninya yang
bercabang-cabangseperti pohon dan dan melekat pada substrat yang lunak.
Karang lunak dapat melumpuhkan hewan-hewan disekitarnya yang
terutama karang keras dalam berkompetisi mempertahankan ruang lingkupnya.
Mekanisme mematikan dilakukan dengan cara mengeluarkan zat beracun yang
terdiri dari senyawa terpen. Belakangan senyawa ini dapat digunakan dalam
bidang farmasi sebagai antibiotik, anti jamur, dan senyawa anti tumor, sedang
bagi karang lunak itu sendiri sebagi penangkal serangan predator, dan berperan
dalam proses reproduksi (Coll dan Sammarco in Mannuputty,1986).

• Reproduksi Karang
Reproduksi hewan karang dapat terjadi secara seksual maupun non seksual
Proses reproduksi seksual dimulai dengan pembentukan klon gamet sampai
terbentuknya gamet masak, proses ini disebut sebagai gametogenesis. Gamet
yang masak kemudian akan dilepaskan dalam bentuk planula. Planula yang
telah lepas akan berenang bebas dalam perairan. Dan bila mendapati tempat
yang cocok, ia akan menetap di dasar/substrat dan berkembang menjadi koloni
baru. Karang dalam melakukan pembuahan ada yang diluar tubuh induknya
(pembuahan eksternal) dan ada yang didalam tubuh induknya (pembuahan
internal (Nybakken, 1992).
Reproduksi Aseksual karang dilakukan dengan cara membentuk tunas.
Tunas ini biasanya akan tumbuh di permukaan bagian bawah atau pada bagian
pinggir koloni karang. Tunas baru akan tetap melekat hingga ukuran tertentu
sampai dapat melepaskan diri dan menjadi individu baru. Pembentukan tunas ini
dapat terjadi dapat dilakukan dengan cara pertunasan intretentakular, yaitu
pembentukan individu baru dalam didalam individu lama, sedangkan pertunasan
ekstrakurikuler merupakan pembentukan individu baru diluar individu lama
(Suharsono, 1987)
Reproduksi karang lunak dapat secara seksual maupun aseksual.
Reproduksi seksual karang lunak dilakukan dengan cara kawin. Seabagian
besar karang lunak bersifat dioceous diman kelamin jantan dan betina letaknya
terpisah. Sel-sel kelamin berasal dari lapisan endodermis, terdapat dirongga
gastrovaskulaer berupa gelembung-gelembung kecil bertangkai dan melekat
pada septa. Alat kelamin terdapat pada septa sulkal yang berjumlah 6 buah,
sedang dua septa lainnya steril. Telur yang telah matang melekat pada septa
dan dilapisi gastrodermis yang tipis. Fertilisasi dapat terjadi secara internal
ataupun eksternal. (Manuputty,1986)
Reproduksi aseksual pada karang lunak dapat dilakukan dengan dengan
membentuk tunas. Polip karang lunak berhubungan satu sama lainnya melalui
saluran yang disebut jarring-jaring solenia yang terdapat dibagian basal
tubuhnya. Polip baru muncul dalam jaringan solenia ini sebagi polip sekunder
yang bentuk dan ukurannya berbeda dengan polip primer.

Fungsi Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari sisi
biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi sosial dan ekonomi.
• Fungsi biologis terumbu karang, adalah sebagai tempat bersarang, mencari
makan, memijah dan tempat pembesaran bagi berbagai biota laut.
• Fungsi kimia terumbu adalah sebagai pendaur ulang unsur hara yang paling
efektif dan efisien. Terumbu karang juga potensial sebagai sumber nutfah
bahan obat-obatan
• Fungsi fisik terumbu adalah sebagai pelindung daerah pantai, utamanya dari
proses abrasi akibat adanya hantaman gelombang.
• Berdasarkan fungsi sosialnya terumbu merupakan sumber mata pencaharian
bagi nelayan, dan juga memberikan kesenangan sebagai obyek ekotourism.
Faktor-Faktor Pembatas Hidup Terumbu Karang.
Pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah suhu, salinitas, cahaya, arus dan substrat.
• Suhu
Sacara geografis, suhu membatasi sebaran karang. Suhu optimum untuk
terumbu adalah 250C - 300 C(Soekarno et al, 1983). Suhu mempengaruhi
tingkah laku makan karang. Kebanyakan karang akan kehilangan kemampuan
untuk menangkap makanan pada suhu diatas 33,5 0C dan dibawah 16 0C
(Mayor, 1918 in Supriyono,2000) .Pengaruh suhu terhadap karang tidak saja
yang ekstrim maksimum dan minimum saja, namun perubahan mendadak dari
suhu alami sekitar 4 0C – 6 0C dibawah atau diatas ambient dapat mengurangi
pertumbuhan karang bahkan mematikannya.
• Salinitas
Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan karang. Daya setiap jenis
karang berbeda-beda tergantung pada kondisi laut setempat. Karang hermatipik
adalah organisme laut sejati yang sangat sensitif terhadap perubahan salinitas
yang jelas menyimpang terhadap salinitas air laut, yaitu 320/oo - 350/oo. Binatang
karang hidup subur pada salinitas air laut 340/oo - 360/oo. Karang yang hidup dilaut
dalam jarang atau hampir tidak pernah mengalami perubahan salinitas yang
cukup besar sedang yang hidup ditempat-tempat dangkal sering kali dipengaruhi
oleh oleh masukan air tawar dari pantai maupun hujan sehingga terjadi
penurunan salinitas perairan.
• Cahaya
Cahaya diperlukan oleh alga simbiotik zooxanthellae dalam proses
fotosintesis guna memenuhi kebutuhan oksigen biota terumbu karang
(Nybakken,1992). Tanpa cahaya yang cukup, laju foto sintesis akan berkurang
dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat pembentuk terumbu
akan berkurang pula.
Kedalaman penetrasi cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan
karang hermatipik, sehingga dapat mempengaruhi penyebarannya
(Sukarno,1977 in jimmi, 1991). Jumlah spesies berkurang secara nyata pada
kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20% dari penetrasi cahaya permukaan
yang secara cepat menurun mulai dari kedalaman 10 m. Stoddart in Endean,
1976 in D’elia et al.,1991)
• Sedimentasi;.
Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikanlangsung karang
bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga menutup polip karang.
Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya matahri yang
penting untuk proses fotosintesis zooxanthellae. Selain itu banyaknya energi
yang dikeluarkan oleh binatang karang tersebut untuk menghalau sedimen
mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang.
• Arus dan Gelombang.
Pertumbuhan karang didaerah berarus alebih baik bila dibandingkan
dengan perairan yang tenang (Nontji, 1987). Umumnya terumbu karang lebih
berkembang pada daerah yang bergelombang besar. Selain memberikan
pasokan oksigen bagi karang, gelombang juga memberi plankton yang baru
untuk koloni karang. Selain itu gelombang sangat membantu dalam menghalangi
pengendapan pada koloni karang. Sebaliknya, gelombang yang sangat kuat,
seperti halnya gelombang tsunami, dapat menghancurkan karang secara fisik.
Kerusakan Terumbu Karang.
Menurut Dahuri et'al (1996) secara umum kerusakan terumbu karang dapat
disebabkan oleh dua hal yaitu (1) aktifitas manusia, dan (2) Faktor Alami.
1). Kerusakan ekosistem terumbu karang yang diakibatkan aktifitas manusia
adalah:
• Siltasi dan sedimentasi yang diakibatkan pengerukan, reklamasi, erosi
dari sungai dan kegiatan pembangunan konstruksi.
• Penurunan kualitas air akibat perubahan salinitas dan suhu, pencemaran
seperti tumpahan minyak, limbah industri dan limbah domestik.
• Pemasukan air tawar yang sangat besar sebagai akibat pemindahan
aliran sungai, dan pembuangan limbah cair dan banjir.
• Penangkapan ikan yang bersifat merusak seperti penggunaan bahan
peledak, racun dan alat tangkap yang non selektif seperti trawl dan
muroami.
• Eksploitasi yang berlebihan terhadap suatu jenis karang yang digunakan
untuk hiasan dan cindera mata, atau bahkan sebagai material bangunan.
• Pengambilan karang yang khas untuk hiasan pada akuarium.
• Kerusakan karang akibat penurunan jangkar kapal wisata yang
sembarangan atau terijak-injak oleh wisatawa yan berkunjung kedaerah
terumbu karang, termasuk kegiatan selam yang tidak bertanggung jawab.
2). Kerusakan yang disebabkan oleh faktor alami misalnya adalah kenaikan
suhu dan badai. Kenaikan suhu 4-6 0C karena pengaruh elnino pada tahun
1982-1983 disinyalir telah merusak terumbu karang dihabitatnya. Di
Indonesia suhu air laut mencapai lebih dari 30 0C. Karang-karang
dikepulauan seribu banyak yang mengalami bleaching dan diikuti
kematiannya.
Badai (storm dan hurricane) cukup berbahaya terhadap kehidupan terumbu
karang. Badai ini dapat merusak dan memporakporandakan baik didaerah
reef flat, reef edge maupun reef slope.. Selain kenaikan suhu dan badai
predator karang juga dikenal sebagai perusak terumbu karang. Acanthaster
planci merupakan predator karang yang terkenal sebagai perusak karang
terutama di daerah Indo-Pasifik.
Kondisi terumbu Karang Indonesia mengalami penurunan drastis hingga
90% dalam lima puluh tahun terakhir akibat penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan. Menurut Dr Jan Henning Steffen, luas total terumbu karang
Indonesia mencapai 85200 Km persegi, terluas ke dua di dunia setelah Great
Barrier Reef. Kondisi terumbu karang Indonesia tercatat 40 persen diantaranya
berada dalam kondisi rusak, rusak sedang 24 persen dan sangat baik hanya
enam persen. (http://www.dkp.go.id/)
Ia menambahkan, menurut data CITES, Indonesia merupakan eksportir
karang hidup terbesar di dunia, tercatat 200 ribu buah selama tahun 1992 dan
800 ribu buah selama tahun 1999. Sumbangan produksi terumbu karang
Indonesia di sektor perikanan tercatat 2,7 miliar dolar AS per tahun dan sektor
pariwisata sebesar 600 juta dolar AS per tahun.
Perbaikan Ekosistem Terumbu Buatan
Mengantisifasi kerusakan karang yang sudah sedemikian serius tersebut
banyak daya dan upaya yang telah dilakukan baik oleh lembaga pemerintah
maupun non pemerintah. Pembelajaran akan pentingnya kehidupan terumbu
karang gencar dilakukan baik kepada masyarakat umum maupun kepada
kalangan generasi muda dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Slogan ‘cinta bahari’, ‘Cinta makan ikan’, ‘Selamatkan Terumbu Karang’ ramai
dipromosikan bahkan sampai tingkat nasional. Kelestarian Terumbu karang tidak
hanya semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat
pesisir saja. Secara tidak langsung masyarakat yang tinggal di darat pedalaman
sekalipun ikut bertanggung jawab apabila aktivitas mereka didaerah aliran hulu
sungai mengakibatkan erosi tanah dan pencemaran lingkungan air sungai yang
pada akhirnya bermuara dilaut dimana terdapat ekosistem terumbu karang. Air
sungai yang tercemar ini dapat menyebabkan karang sakit, bahkan mati.
Tindakan nyata untuk memperbaiki ekosistem terumbu karangpun marak
dilaksanakan lembaga pemerintah, Swasta maupun Lembaga Swadaya
Masyarakat. Kegiatan nyata yang cukup popular belakangan ini dilakukan adalah
dalam bentuk pemasangan terumbu buatan (artificial reef) yang diprakarsai oleh
Departemen Kelautan Perikanan. Terumbu buatan oleh masyarakat umum lebih
dikenal sebagai “rumpon”. Selain itu teknik Fragmentasi atau Transplantasi pun
sudah mulai diperkenalkan untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang yang
rusak.
• Terumbu Buatan (Artificial reef)
Pengertianterumbu buatan adalah bentuk bangunan atau benda yang di
turunkan kedasar perairan sehingga menyerupai atau berfungsi layaknya habitat
ikan. Banyak bentuk konstruksi dan jenis material yang diaplikasikan pada
terumbu buatan, dari balok kayu biasa, papan, besi concret semen, besi dan
kapal, bus bekas dan bahkan ban bekas. Pada Gambar 1 ditampilkan dua
contoh konstruksi terumbu buatan dari semen concret
Gambar 1. Bentuk terumbu buatan dari block semen; bentuk Turtle Block
(atas) dan bentuk Kubus (bawah)
Sejauh ini, bila dilihat lokasi dan kedalaman pemasangan terumbu buatan
yang sering dilakukan adalah pada kedalaman lebih dari 20 m, maka sasaran
sebenarnya lebih banyak ditujukan untuk menciptakan “sarang ikan buatan”
(Artificial Habitat) yang target utamanya adalah mengundang lebih banyak ikan
ke lokasi tersebut.
Sementara sasaran lain pembuatan buatan sebagai sarana konservasi
ekosistem terumbu yang telah rusak tidak tercapai, oleh karena Kedalaman
pemasangan terumbu buatan yang terlalu dalam sehingga penetrasi cahaya
sangat minim. Cahaya yang minim merupakan salah satu faktor pembatas utama
bagi pertumbuhan hewan karang. Disamping itu fungsi terumbu buatan sebagai
penahan gelombang juga tidak terjadi.
Perencanaan, pembuatan, penentuan lokasi sampai dengan cara
pemasangan terumbu buatan yang tidak dilakukan dengan baik akan sangat
diragukan keberhasilannya dalam memperbaiki ekosistem setempat. Sejauh ini
sedikit sekali pemasangan yang telah banyak dilakukan diketahui apakah telah
mencapai sasaran yang diharapkan atau belum, karena kegiatan pemasangan
terumbu buatan jarang diikuti kegiatan monitoring.
• Fragmentasi/Transplantasi Terumbu Karang.
Fragmentasi/taransplantasi terumbu karang diharapkan akan menjadi solusi
yang tepat dan cepat dalam mendukung keberhasilan program rehabilitasi
ekosistem terumbu karang. Yang dimaksudkan dengan fragmentasi atau
transplantasi adalah mengambil sebagian koloni karang dari koloni primer dan
kemudian di ‘letakkan’ di tempat tertentu.
Penelitian tentang framentasi atau transplantasi karang dari berbagai jenis
karang, sejatinya sudah banyak dilakukan. Misalnya, Bak dan Criens, pada 1981
melakukan penelitian terhadap tingkat keberhasilan hidup karang fragmentasi
jenis Madracismirabllis dan jenis Acropora sp (Scleractinia) terhadap penyakit.
Pada 1995, Clark dan Edward juga melakukan penelitian yang bertujuan
merehabilitasi kerusakan karang di kepulauan Maldive. (http://www.dkp.go.id/).
Keberhasilan penerapan transplantasi terumbu buatan tentunya memerlukan
pengetahuan dan kajian yang lebih baik, terutama bila kita telah ketahui bahwa
cukup banyak faktor pembatas alami bagi pertumbuhan terumbu karang.
Sehingga kita harus benar-benar memperhatikan faktor-faktor dalam
menetapkan dimana transplantasi ini akan dipasang. Selain itu harus
diperhatikan juga konstruksi dan media transplantasi serta jenis karang yang
akan ditransplantasikan.
Gambar 2. Bentuk media dan fragment terumbu karang dalam
keadaan terpasng dan siap dipasang diperairan
Perencanaan perbaikan terumbu karang.
Perencanaan tentunya dimulai dari menentukan atau menetapkan
kegunaan/tujuan dan siapa pengguna atau yang memanfaatkan terumbu buatan
atau hasil translantasi terumbu tersebut. Keberadaan terumbu buatan dapat
dijadikan sebagai objek wisata selam, tempat nelayan mencari ikan atau murni
sebagai daerah konservasi saja.
Setelah tahap penetapan tersebut diatas maka selanjutnya adalah
mengidentifikasi lokasi yang memungkinkan untuk pemasangan terumbu buatan
atau transplantasi dimaksud berdasarkan kegunaan karang buatan nantinya,
terumbu buatan untuk wisata dan untuk daerah penagkapan ikan tentunya akan
sangat berpengaruh dengan lokasi, kedalaman jarak dari pantai dan sebagainya.
Lanjutan dari tahap tersebut diatas adalah ditentukan bentuk konstruksi dan
material bent. Pada tahap ini tentunya dipertimbangkan material yang mudah
didapat dan tentunya tahan lama, ukuran kapal yang dapat digunakan atau ada
didaerah setempat untuk pemasangan terumbu dan lain sebagainya.
Tahap berikutnya adalah menyebarkan (memasang) terumbu buatan sesuai
dengan lokasi yang elah ditetapkan sebelumnya,
Tentunya setelah kegiatan pemasangan terumbu buatan harus ada kegiatan
monitoring. Kegiatan monitoring pasca pemasangan terumbu buatan adalah hal
penting yang tidak seharusnya ditinggalkan atau dilupakan.. Tidak adanya
monitoring menyebabkan masih miskinnya informasi sampai saat ini seperti
misalnya; apakan pemasangan terumbu buatan sudah tepat guna atau belum?,
Konstruksi mana selama ini yang paling baik dan berhasil? Apakah ada indikasi
konstruksi terumbu tertentu akan menyebabkan ikan/biota yang berasosiasi
berbeda pula? Apakah keberadaan terumbu buatan memberikan impak kepad
masyarakat sekitar baik secara sosial maupun ekonominya?
Metode monitoring dapat dilakukan langsung dengan metode visual sensus
dengan penyelaman SCUBA. Selain itu juga dapat dilakukan wawancara dengan
masyarakat setempat. Bila pada terumbu buatan dilihat biota apa saja yang
bersimbiose pada habitat buatan tersebut yang mencakup jenis, jumlah dan
ukuran. Pada transplantasi terumbu diutamakan pengamatan pada pertumbuhan
panjang, perambatan pada substrat dan batang pengikat karang, dan
pertambahan jumlah tunas. Selain itu, monitoring juga bertujuan untuk
mengetahui bentuk percabangan yang lebih cepat pertumbuhan dan lokasi yang
terbaik bagi pertumbuhan karang.
PENUTUP
Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai penting bukan hanya dari sisi
biologi, kimia dan fungsi fisik saja namun juga dari sisi sosial dan ekonomi.
Pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
suhu, salinitas, cahaya, arus dan substrat. Menurut Dahuri et.al. (1996) secara
umum kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1)
aktifitas manusia, dan (2) Faktor Alami. Upaya perbaikan ekosistem terumbu
karng diantaranya telah dilakukan dengan pemasangan terumbu buatan (artificial
reef) dan teknik Fragmentasi atau Transplantasi yang baru diperkenalkan.
Kegiatan pemasangan terumbu buatan jarang didahului dengan pengkajian
dan perencanaan yang matang, terutama secara ekologis. Selain itu kegiatan ini
jarang atau bahkan tidak diikuti kegiatan monitoring, sehingga informasi lanjutan
dari aplikasi terumbu buatan maupun transplantasi masih sangat jarang sekali,
begitu pula tentang tingkat keberhasilannya masih belum diketahui secara pasti.
BAHAN BACAAN
(http://www.dkp.go.id/) Dikunjungi 15 Desember 2002
Manuputty, a.e.n. 1986. Marine Biologiy, Environment, Diversity and Ecology.
Benjamin/Cumings Publishing Co.
Nybakken,J,W. 1992. Biologi Laut satu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan. Alih
bahasa oleh H.M Eidman). PT. Gramedia.Jakarta )
Soekarno, Aziz, Darsono, Moosa, Hutomo, Martosewojo dan Romimohtarto
1983. Terumbu karang di Indonesia: Sumberdaya, Permasalahan, dan
Pengelolaannya. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Studi
Potensi sumberdaya hayati Ikan. LON-LIPI. Jakrta
Suharsono, 1987, Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di Perairan Indonesia.
LIPI. Jakarta
Supriyono,2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan.
Jakarta.
Nontji,A 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies