WEB BLOG
this site the web

gastropoda2

Gastropoda adalah hewan invertebrata yang melakukan aktifitas lokomosi dengan kaki-perutnya (gastro-perut, poda-kaki). Untuk mengetahui kecenderungan lokomosi Gastropoda terhadap perubahan pasang surut (geotropisme), kami mengamati gastropoda yang berhabitat di akar napas mangrove. Letaknya bervariasi, dari yang sangat dekat dengan permukaan air hingga jauh dari permukaan air.

Gastropoda yang berhabitat di Mangrove, berdasarkan Guttierez (1988) merupakan gastropoda dari Genus Littorina. Biasanya menempel di akar napas, daun, atau cabang (Flores (1987) dalam Guttierez (1988)). Bandel (1974) dalam Guitterez (1988) menginformasikan bahwa Littorina adalah hewan mikrofagus yang memakan detritus, sponge, alga, dan mikroorganisme tak bercangkang lainnya.

Kecenderungan dan aktifitas Gastropoda sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut dan keberadaan makanan. Menurut Hesse (1947) persebaran hewan didasarkan atas dua faktor. Pertama faktor makanan, hewan cenderung akan tinggal di suatu daerah dimana mereka dapat dengan mudah mendapatkan makanan. Faktor yang kedua adalah faktor barrier. Barrier sangat mempengaruhi persebaran suatu populasi karena barrier atau rintangan ini akan menghambat kelangsungan hidup individu atau bahkan populasi tersebut.

Berdasarkan Ito dan Wada (2005), gastropoda jantan akan menjaga betina ketika akan melakukan kopulasi. Dinter dan Manos (1972) dalam Ito dan Wada (2005) menyatakan bahwa gastropoda betina akan menghasilkan feromon seks yang akan dikenali oleh jantan. Dan gastropoda jantan mampu membedakan bekas jalur lendir atau mukus yang akan dihasilkan oleh betina atau jantan (Erlandsson dan Kostylev (1995) dalam Ito dan Wada (2005)).

Guttierez (1988) menyatakan bahwa gastropoda Mangrove memangsa hewan mikrofagus seperti detritus, sponge, alga, dan mikroorganisme tak bercangkang lainnya. Pada keadaan surut, mangsa-mangsa tersebut terdedah di permukaan substrat sehingga memudahkan gastropoda untuk memangsanya. Seperti yang dikemukakan oleh Hesse (1947) faktor kedua yang menstimulus hewan untuk berlokomosi adalah faktor barrier. Saat keadaan surut, predator gastropoda yang berupa kepiting sedang tidak aktif. Kepiting aktif pada sore dan malam hari, yaitu saat keadaan substrat berair karena kepiting adalah hewan yang berlokomosi dengan cara berenang dan berjalan (Trueman, 1975).

Pada keadaan surut, gastropoda sangat aktif. Hal ini memberikan keterangan bahwa gastropoda adalah hewan yang aktif di siang hari, yaitu pada saat surut. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaa tersebut adalah diantaranya :

a. Cahaya matahari

Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan (Odum, 1993). Sehingga cahaya matahari akan meningkatkan suhu perairan sehingga menjadi lebih hangat.

b. Suhu air

Pada saat malam hari, suhu air menjadi lebih rendah dibandingkan dengan suhu air saat siang hari. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktifitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Suhu yang terlalu rendah mungkin akan membahayakan bahkan dapat menyebabkan hipotermik pada hewan yang berujung pada kematian.

c. Kandungan kimia air laut

Air laut di sekitar kepulauan seribu sudah tidak diragukan lagi telah mengalami pencemaran terutama polutan kimiawi. Pada saat pasang, senyawa-senyawa beracun (toksit) maupun logam berat, akan terbawa oleh air. Sehingga akan membahayakan kesintasan hidup gastropoda. Bahan-bahan ini berasal dari daerah aliran sungai maupun areal pemukiman –kota dipinggiran pantai serta kawasan atau industri yang membuang limbah ke laut.

Pasang surut terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara gaya sentrifugal dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan dan matahari terhadap bumi (Tomo, et al., 2005). Gaya sentrifugal adalah suatu tenaga yang didesak ke arah luar pusat bumi, besarnya kurang lebih sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi (Giancoli, 2004). Gaya gravitasi bulan terhadap bumi dua kali lipat dibandingkan dengan gaya gravitasi matahari terhadap bumi. Hal ini terjadi karena jarak antara bumi dan bulan lebih dekat daripada jarak antara bumi dan matahari. Pada bagian bumi yang menghadap bulan, gaya gravitasinya lebih kuat daripada gaya sentrifugal, sehingga air tertarik keatas dan disebut pasang naik.

Pada bagian bumi yang berjauhan dengan bulan juga akan mengalami penarikan air menjauhi bumi, tetapi besarnya air yang tertarik tidak sebesar dengan penarikan air pada bagian bumi yang langsung berhadapan dengan bulan yang kemudian disebut pasang surut. Gaya gravitasi yang ada dibagian ini lemah dan gaya sentrifugalnya kuat. Pada sisi bagian bumi yang tidak mengalami penarikan air, disebut surut. Dengan demikian terdapat dua kali pasang dan dua kali surut.

0 komentar:

Posting Komentar

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies